Senin, 21 Desember 2015

Kisah Pertamaku Masuk Ponpes

Suasana ini begitu nyaman, asri, sejuk, indah dan damai bagiku. Suasana yang tak pernah kujumpai dimana pun itu. Pesantren. Ya, itu suasana pesantren. Suasana yang sudah lama aku inginkan. Sungguh aku tak percaya aku bisa berada disini sebagai santri. Bukan karena paksaan dari orang tua seperti kebanyakan yang terjadi. Melainkan murni karena keinginanku sendiri. Walau sempat ditentang orang tua karena beberapa alasan, hatiku tetap kekeh untuk nyantri yang insyaAlah semata-mata mengharap ridho Ilahi. Alhamdulillah.. trimakasih atas nikmat yang indah ini YaAllah.. “Khoirunnisa?” Tanya seorang gadis cantik, berjilbab rapi yang sepertinya santri disini. “Iya ukhti” Jawabku dengan menganggukkan kepala. “Saya Lailtul Istiqomah, saya diutus Umi Sarah untuk mengantarmu bertemu beliau” “Umi Sarah?” Tanyaku. “Iya, beliau istri dari kyai dipesantren ini” “MasyaAllah.. maaf ukhti, saya belum tau” Akupun mengikuti ukhti Lailatul Istiqomah. “Assalamu’alaikum umi ” “Wa’alaikumsalam. Duduk nduk ” Jawab wanita yang aku rasa ini Umi Sarah. “Umi, ini Khoirunnisa” Ucap ukhti Lailatul Istiqomah sambil menunjuk ke arahku. Akupun tersenyum dan segera mencium tanggan beliau yang memang benar Umi Sarah, istri dari kyai di pesantren ini. “Oh Khoirunnisa, MasyaAllah cantik sekali kamu nduk ” “Trimaksih Umi” Jawabku dengan tersenyum malu. “Neng Ila, neng Nisa ini biar dikamarmu saja ya nduk, dia baru pertama kali nyantri, jadi umi minta tolong bantu neng Nisa untuk mengenal pesantren ini. Dan neng Nisa, ini neng Ila. Neng Ila ini sudah cukup lama nyantri disini, jika ada sesuatu tanyakan saja.” Tutur Umi Sarah kepadaku dan Ukhti Ila. “Baik Umi, InsyaAllah” Jawab ukti Ila , sambil tersenyum kepadaku. Akupun ikut membalas senyum Ukhti Ila dan Umi Sarah. “Nisa, ini kamar kita. Dikamar ini hanya kita berdua. Kamu tau kan, ini bukan pesantren besar. Dipesantren ini hanya ada 20 kamar dan setiap kamar hanya diisi dengan 5 santri saja.” “Lalu kenapa hanya Ukhti yang tinggal sendiri?” Tanyaku. “Sebenarnya kamar ini khusus untuk santri senior. Dulu dikamar ini malah lebih dari 5 santri. Tapi seiringnya waktu, mereka meninggalkan pesantren ini, karena mereka harus menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Mereka telah menikah Nisa.” Terang ukhti Ila kepadaku. “Kalau ukhti, kapan nikahnya?” Candaku , sambil meletakkan pakaian ke lemari. “Ukhti masih sekolah Nisa. Ukhti juga masih ingin melanjutkan sekolah kelak. Ya, do’akan saja lah.” Jawab Ukhti Ila dengan senyum manisnya. Ukhti Ila memang gadis yang baik. Dia mudah sekali untuk akrab denganku. Aku bersyukur, hari pertamaku dipesantren, aku sudah mendapatkan sahabat sekaligus sosok kakak bagiku yang sungguh baik. Hari-hariku dipesantren terasa indah. Saat ini aku duduk di kelas 1 aliyah. Atau yang biasa dikenal dengan istilah SMA. Karena aku tergolong baru dengan ilmu-ilmu pesantren, aku cukup kesulitan dalam mempelajari kitab-kitab yang notabennya menggunakan bahasa arab. Alhamdulillah ukhti ila selalu membantu ketika aku kesulitan dalam mempelajari sesuatu, termasuk kitab-kitab itu. Ukhti Ila saat ini duduk di kelas 3 aliyah. Dia cukup pintar di pesantren ini. Banyak prestasi-prestasi yang ia peroleh. Selain itu ukhti Ila juga baik sekali denganku. Ia yang selalu memberi semangat untukku ketika aku merasa lelah dengan kegiatan-kegiatan pesantren, ia juga yang selalu menghiburku ketika aku rindu dengan keluargaku. Sungguh ku beruntung telah mengenalnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar